Industrialisasi
di negara berkembang pada umumnya dilakukan sebagai upaya mengganti barang
impor, dengan mencoba membuat sendiri komoditi-komoditi yang semula selalu
diimpor. Mengalihkan permintaan impor dengan melakukan pemberdayaan
produksi dari dalam negeri. Strategi yang pertama dilakukan adalah pemberlakuan
hambatan tarif terhadap impor produk-produk tertentu. Selanjutnya disusul
dengan membangun industri domestik untuk memproduksi barang-barang yang biasa
di impor tersebut. Ini biasanya dilaksanakan melalui kerja sama dengan
perusahaan-perusahaan asing yang terdorong untuk membangun industri di kawasan
tertentu dan unit-unit usahanya di negara yang bersangkutan, dengan dilindungi
oleh dinding proteksi berupa tarif.
Selain
itu, mereka juga diberi insentif-insentif seperti keringanan pajak, serta
berbagai fasilitas dan rangsangan investasi lainnya. Untuk industri kecil yang
baru tumbuh terutama di negara yang sedang berkembang. Industri yang baru
dibangun belum memiliki kemampuan yang memadai untuk berkompetisi secara
frontal dengan industri mapan dari negara-negara yang sudah maju. Industri
negara maju sudah berada di jalur bisnisnya dalam waktu yang sudah lama dan
sudah mampu melakukan efisiensi dalam proses-proses produksinya. Mereka
mempunyai informasi dan pengetahuan yang cukup tentang optimisasi proses
produksi, situasi dan karateristik pasar, serta kondisi pasar tenaga kerja
sehingga mereka mampu menjual produk yang berharga murah di pasar internasional
tetapi masih tetap bisa menghasilkan keuntungan yang memadai.
Dibeberapa negara, para produsen domestik mereka tidak hanya mampu memenuhi kebutuhan pasar domestik tanpa tarif, akan tetapi juga untuk ekspor ke pasar internasional. Hal ini bisa mereka lakukan karena mereka telah mampu menghasilkan produk tersebut dengan struktur biaya yang murah sehingga harga yang ditawarkan sangat kompetitif dan mampu bersaing di pasar luar negeri, maka banyak pemerintahan negara-negara dunia ketiga yang tertarik dan menerapkan strategi industrialisasi substitusi impor tersebut.
Perekonomian nasional memiliki berbagai permasalahan dalam
kaitannya dengan sektor industri dan perdagangan:
(1) Industri nasional selama ini lebih menekankan
pada industri berskala luas dan industri teknologi tinggi. Adanya strategi ini
mengakibatkan berkembangnya industri yang berbasis impor. Industri-industri
tersebut sering terpukul oleh depresiasi mata uang rupiah yang tajam,
(2) Penyebaran industri belum merata
karena masih terkonsentrasi di Pulau Jawa. Industri yang hanya terkonsentrasi
pada satu kawasan ini tentulah tidak sejalan dengan kondisi geografis Indonesia
yang menyebut dirinya sebagai negara kepulauan.
(3) Lemahnya kegiatan ekspor Indonesia
yang tergantung pada kandungan impor bahan baku yang tinggi, juga masih tingginya tingkat
suku bunga pinjaman bank di Indonesia, apalgi belum sepenuhnya Indonesia
diterima di pasar internasional
(4) Komposisi
komoditi ekspor Indonesia pada umumnya bukan merupakan komoditi yang berdaya
saing, melainkan karena berkaitan dengan tersedianya sumber daya alam - seperti
hasil perikanan, kopi, karet, dan kayu. tersedianya tenaga kerja
yang murah – seperti pada industri tekstil, alas kaki, dan barang elektronik
(5) Komoditi
primer yang merupakan andalan ekspor Indonesia pada umumnya dalam bentuk bahan
mentah sehingga nilai tambah yang diperoleh sangat kecil. Misalnya Indonesia
mengekspor kayu dalam bentuk gelondongan, yang kemudian diimpor lagi dalam
bentuk mebel karena terbatasnya penguasaan desain dan teknologi.
(6) Masih
relatif rendahnya kualitas sumber daya manusia. Hal ini sangat dipengaruhi oleh
sistem pendidikan formal dan pola pelaksanaan pelatihan yang cebderung masih
bersifat umum dan kurang berorientasi pada perkembangan kebutuhan dunia usaha.
Selain itu, rendahnya kualitas sumber daya manusia akibat dari pola penyerapan
tenaga kerja di masa lalu yang masih mementingkan pada jumlah tenaga manusia
yang terserap. ketimbang kualitas tenaga manusianya.
Beberapa ahli menilai penyebab utama dari kegagalan Indonesia dalam berindustri adalah karena industri Indonesia sangat tergantung pada impor sumber-sumber teknologi dari negara lain, terutama negara-negara yang telah maju dalam berteknologi dan berindustri.Ketergantungan yang tinggi terhadap impor teknologi ini merupakan salah satu faktor tersembunyi yang menjadi penyebab kegagalan dari berbagai sistem industri dan sistem ekonomi di Indonesia. Sistem industri Indonesia tidak memiliki kemampuan pertanggungjawaban dan penyesuaian yang mandiri. Karenanya sangat lemah dalam mengantisipasi perubahan dan tak mampu melakukan tindakan-tindakan pencegahan untuk menghadapi terjadinya perubahan tersebut. Tuntutan perubahan pasar dan persaingan antar industri secara global tidak hanya mencakup perubahan di dalam corak, sifat, kualitas, dan harga dari komoditas yang diperdagangkan, tetapi juga tuntutan lain yang muncul karena berkembangnya idealisme masyarakat dunia terhadap hak azasi manusia, pelestarian lingkungan, liberalisasi perdagangan, dan sebagainya. Gerak ekonomi Indonesia sangat tergantung pada arus modal asing yang masuk atau keluar Indonesia serta besarnya cadangan devisa yang terhimpun melalui perdagangan dan hutang luar negeri.
Kebijakan yang telah secara berkelanjutan ditempuh tersebut, teramati tidak mampu membawa ekonomi Indonesia menjadi makin mandiri, bahkan menjadi tergantung pada:
a. ketergantungan kepada pendapatan ekspor,
b. ketergantungan pada pinjaman luar negeri,
c. ketergantungan kepada adanya investasi asing,
d. ketergantungan akan impor teknologi dari negara-negara industri.
Sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar