Minggu, 25 Januari 2015

Pemerintah Bakal Cegah Industri Tekstil Relokasi Pabrik

Liputan6.com, Jakarta - Sejumlah produsen tekstil asing yang berada di Indonesia berencana merelokasi pabriknya ke negara lain. Negara tujuan relokasi pabriknya seperti Vietnam dan Myanmar yang dianggap memiliki peizinan investasi lebih mudah dan upah buruh yang lebih rendah.

Menanggapi hal tersebut, Menteri Perindustrian Saleh Husin mengatakan, dirinya berharap perusahaan-perusahaan tersebut mengurungkan niatnya untuk relokasi. Jika pun ingin pindah, diharapkan masih berada di Indonesia dan bukan ke negara lain.

"Kami berharap pabrik tekstil itu tidak keluar dari Indonesia. Kalau mau pindah ya ke daerah di sini. Kami akan yakinkan supaya tidak keluar," ujar Saleh di Kantor Kementerian Perindustrian, Jakarta Selatan, Senin (1/12/2014).

Sementara itu, mengenai keberatan pengusaha terhadap kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP), Saleh menyatakan dirinya akan melakukan koordinasi dengan Menteri Tenaga Kerja Hanif Dhakiri agar kenaikan upah ini tidak selalu menjadi beban pengusaha.

"Masalah upah bisa dibicarakan solusinya bagaimana. Saya akan bicara dengan Menteri Tenaga kerja," kata Saleh.

Agar kenaikan upah ini tidak selalu menjadi beban bagi pengusaha, Saleh mengusulkan agar kerangka kenaikan upah ini disusun per 5 tahun. Sehingga pengusaha dapat menyusun biaya produksi secara pasti tiap tahunnya.

"Kami harap bisa dibuat suatu kerangka 5 tahun ke depan. Jadi dibuat teratur per tahun sehingga pengusaha gampang dalam membuat rencana untuk 5 tahun ke depan," ujar Saleh. (Dny/Ahm)

sumber
http://bisnis.liputan6.com/read/2140976/pemerintah-bakal-cegah-industri-tekstil-relokasi-pabrik

Masalah perindustrian di indonesia

Industrialisasi di negara berkembang pada umumnya dilakukan sebagai upaya mengganti barang impor, dengan mencoba membuat sendiri komoditi-komoditi yang semula selalu diimpor.  Mengalihkan permintaan impor dengan melakukan pemberdayaan produksi dari dalam negeri. Strategi yang pertama dilakukan adalah pemberlakuan hambatan tarif terhadap impor produk-produk tertentu. Selanjutnya disusul dengan membangun industri domestik untuk memproduksi barang-barang yang biasa di impor tersebut. Ini biasanya dilaksanakan melalui kerja sama dengan perusahaan-perusahaan asing yang terdorong untuk membangun industri di kawasan tertentu dan unit-unit usahanya di negara yang bersangkutan, dengan dilindungi oleh dinding proteksi berupa tarif.
Selain itu, mereka juga diberi insentif-insentif seperti keringanan pajak, serta berbagai fasilitas dan rangsangan investasi lainnya. Untuk industri kecil yang baru tumbuh terutama di negara yang sedang berkembang. Industri yang baru dibangun belum memiliki kemampuan yang memadai untuk berkompetisi secara frontal dengan industri mapan dari negara-negara yang sudah maju. Industri negara maju sudah berada di jalur bisnisnya dalam waktu yang sudah lama dan sudah mampu melakukan efisiensi dalam proses-proses produksinya. Mereka mempunyai informasi dan pengetahuan yang cukup tentang optimisasi proses produksi, situasi dan karateristik pasar, serta kondisi pasar tenaga kerja sehingga mereka mampu menjual produk yang berharga murah di pasar internasional tetapi masih tetap bisa menghasilkan keuntungan yang memadai.


Dibeberapa negara, para produsen domestik mereka tidak hanya mampu memenuhi kebutuhan pasar domestik tanpa tarif, akan tetapi juga untuk ekspor ke pasar internasional. Hal ini bisa mereka lakukan karena mereka telah mampu menghasilkan produk tersebut dengan struktur biaya yang murah sehingga harga yang ditawarkan sangat kompetitif dan mampu bersaing di pasar luar negeri, maka banyak pemerintahan negara-negara dunia ketiga yang tertarik dan menerapkan strategi industrialisasi substitusi impor tersebut.


Perekonomian nasional memiliki berbagai permasalahan dalam kaitannya dengan sektor industri dan perdagangan:
(1)    Industri nasional selama ini lebih menekankan pada industri berskala luas dan industri teknologi tinggi. Adanya strategi ini mengakibatkan berkembangnya industri yang berbasis impor. Industri-industri tersebut sering terpukul oleh depresiasi mata uang rupiah yang tajam,
(2)    Penyebaran industri belum merata karena masih terkonsentrasi di Pulau Jawa. Industri yang hanya terkonsentrasi pada satu kawasan ini tentulah tidak sejalan dengan kondisi geografis Indonesia yang menyebut dirinya sebagai negara kepulauan.
(3)    Lemahnya kegiatan ekspor Indonesia yang tergantung pada kandungan impor bahan baku yang tinggi, juga masih tingginya tingkat suku bunga pinjaman bank di Indonesia, apalgi belum sepenuhnya Indonesia diterima di pasar internasional
(4)    Komposisi komoditi ekspor Indonesia pada umumnya bukan merupakan komoditi yang berdaya saing, melainkan karena berkaitan dengan tersedianya sumber daya alam - seperti hasil perikanan, kopi, karet, dan kayu. tersedianya tenaga kerja yang murah – seperti pada industri tekstil, alas kaki, dan barang elektronik
(5)    Komoditi primer yang merupakan andalan ekspor Indonesia pada umumnya dalam bentuk bahan mentah sehingga nilai tambah yang diperoleh sangat kecil. Misalnya Indonesia mengekspor kayu dalam bentuk gelondongan, yang kemudian diimpor lagi dalam bentuk mebel karena terbatasnya penguasaan desain dan teknologi.
(6)    Masih relatif rendahnya kualitas sumber daya manusia. Hal ini sangat dipengaruhi oleh sistem pendidikan formal dan pola pelaksanaan pelatihan yang cebderung masih bersifat umum dan kurang berorientasi pada perkembangan kebutuhan dunia usaha. Selain itu, rendahnya kualitas sumber daya manusia akibat dari pola penyerapan tenaga kerja di masa lalu yang masih mementingkan pada jumlah tenaga manusia yang terserap. ketimbang kualitas tenaga manusianya.


Beberapa ahli menilai penyebab utama dari kegagalan Indonesia dalam berindustri adalah karena industri Indonesia sangat tergantung pada impor sumber-sumber teknologi dari negara lain, terutama negara-negara yang telah maju dalam berteknologi dan berindustri.Ketergantungan yang tinggi terhadap impor teknologi ini merupakan salah satu faktor tersembunyi yang menjadi penyebab kegagalan dari berbagai sistem industri dan sistem ekonomi di Indonesia. Sistem industri Indonesia tidak memiliki kemampuan pertanggungjawaban dan penyesuaian yang mandiri. Karenanya sangat lemah dalam mengantisipasi perubahan dan tak mampu melakukan tindakan-tindakan pencegahan untuk menghadapi terjadinya perubahan tersebut. Tuntutan perubahan pasar dan persaingan antar industri secara global tidak hanya mencakup perubahan di dalam corak, sifat, kualitas, dan harga dari komoditas yang diperdagangkan, tetapi juga tuntutan lain yang muncul karena berkembangnya idealisme masyarakat dunia terhadap hak azasi manusia, pelestarian lingkungan, liberalisasi perdagangan, dan sebagainya. Gerak ekonomi Indonesia sangat tergantung pada arus modal asing yang masuk atau keluar Indonesia serta besarnya cadangan devisa yang terhimpun melalui perdagangan dan hutang luar negeri.


Kebijakan yang telah secara berkelanjutan ditempuh tersebut, teramati tidak mampu membawa ekonomi Indonesia menjadi makin mandiri, bahkan menjadi  tergantung pada:


a. ketergantungan kepada pendapatan ekspor,

b. ketergantungan pada pinjaman luar negeri,

c. ketergantungan kepada adanya investasi asing,

d. ketergantungan akan impor teknologi dari negara-negara industri.

Sumber


Sabtu, 24 Januari 2015

masalah di pertambangan

MASALAH PENGELOLAAN TAMBANG  
Kegiatan industri penambangan menimbulkan pengaruh baik pengaruh positif maupun negatif. Pengaruh positif kegiatan penambangan yaitu memberikan kontribusi terhadap peningkatan pendapatan asli daerah, membuka keterisolasian wilayah, menyumbangkan devisa negara, membuka lapangan kerja, pengadaan barang dan jasa untuk konsumsi dan yang berhubungan dengan kegiatan produksi, serta dapat menyediakan prasarana bagi pertumbuhan sektor ekonomi lainnya (Mangkusubroto, 1995). Menurut Salim (2007) dampak positif dari kegiatan pembangunan di bidang pertambangan adalah:
1.    Memberikan nilai tambah secara nyata kepada pertumbuhan ekonomi nasional;
2.    Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) ;
3.    Menampung tenaga kerja, terutama masyarakat lingkar tambang;
4.    Meningkatkan ekonomi masyarakat lingkar tambang;
5.    Meningkatkan usaha mikro masyarakat lingkar tambang;
6.    Meningkatkan kualitas SDM masyarakat lingkar tambang; dan
7.    Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat lingkar tambang.

Namun secara alami keberadaan deposit sumberdaya tambang selalu berinteraksi dan berkaitan dengan lingkungan habitatnya, seperti tanah, air dan tumbuh-tumbuhan. Karena itu salah satu faktor mendasar yang tidak dapat dihindari pada saat melakukan eksploitasi deposit tambang tersebut adalah terjadinya degradasi lingkungan. Pengelolaan sumberdaya tambang yang tidak berpedoman pada prinsip-prinsip ekologi, dapat menimbulkan kerusakan lingkungan yang besar. Apabila melewati daya dukung, daya tampung dan ambang batas terpulihkan akan berakibat pada kerusakan lingkungan permanen. Kerusakan lingkungan hidup adalah perubahan langsung dan/atau tidak langsung terhadap sifat fisik, kimia, dan/atau hayati lingkungan hidup yang melampaui kriteria baku kerusakan lingkungan hidup (UU Nomor 32 tahun 2009). Beberapa kejadian sebagai dampak negatif dari kegiatan pertambangan dapat dilihat dari terjadinya ancaman terhadap lingkungan fisik, biologi, sosial, budaya, ekonomi dan warisan nasional (Barton, 1993), ancaman terhadap ekologi dan pembangunan berkelanjutan (Makurwoto, 1995).

Dampak negatif terhadap ekologi di berbagai daerah bekas tambang dapat dilihat di tambang emas di Kalgoorie Australia Barat, bekas tambang timah di Pulau Dabo Singkep yang menyebabkan air tergenang pada lubang-lubang bekas galian sebagai sarang malaria, hamparan tanah gundul yang tidak produktif (Kasus ANTAM Pomala dan PT. Inco), rona kota terkesan sebagai kota mati (Katili, 1998), serta menurunnya kualitas tanah dan air, serta lubang-lubang bekas tambang batubara di Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan.

Pengaruh penambangan di bidang sosial ekonomi sangat terasa menjelang dan berhentinya operasi perusahaan, seperti pendapatan masyarakat menurun, terjadi pemutusan tenaga kerja, tidak adanya lapangan kerja, pola produksi dan konsumsi menurun, pendapatan dan penerimaan pemerintah dari pajak tambang dan retribusi menurun. Dampak lanjutannya yaitu Konflik antar etnis, konflik budaya, konflik tanah, kemiskinan dan pengangguran, persepsi negatif terhadap perusahaan, kualitas hidup, partisipasi dan peranan wanita.
  
Menurut Noor (2006) permasalahan yang sering muncul dari kegiatan eksplorasi dan eksploitasi sumberdaya mineral adalah terjadinya penurunan kualitas lingkungan seperti pencemaran pada tanah, polusi udara, dan hidrologi air. Beberapa contoh lokasi tambang yang telah mengalami penurunan kualitas lingkungan, antara lain tambang timah di Pulau Bangka, tambang batu bara di Kalimantan Timur dan tambang tembaga di Papua. Lubang-lubang bekas penambangan dan pembukaan lapisan tanah yang subur pada saat penambangan, dapat mengakibatkan daerah yang semula subur menjadi daerah yang tandus. Diperlukan waktu yang tidak sebentar untuk kembali ke dalam kondisi semula. Polusi dan degradasi lingkungan terjadi pada semua tahap dalam aktivitas pertambangan. Tahap tersebut dimulai pada tahap prosesing mineral dan semua aktivitas yang menyertainya seperti penggunaan peralatan survei, bahan peledak, alat-alat berat, limbah mineral padat yang tidak dibutuhkan (Noor, 2006).

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Qomariah (2002) dampak akibat aktivitas pertambangan batu bara bukan hanya menimbulkan polusi udara yang mengakibatkan penurunan kesehatan atau penyakit ISPA (infeksi saluran pernapasan akut), melainkan juga timbulnya cekungan besar yang dikelilingi tumpukan tanah bekas galian yang telah bercampur dengan sisa-sisa bahan tambang (tailing). Pada saat musim hujan, cekungan tersebut dialiri air dan berubah menjadi danau. Sisa-sisa bahan tambang mengalir ke sungai-sungai dan menutupi lahan pertanian serta areal perkebunan. Hal ini mengakibatkan hilangnya vegetasi (tanaman) populasi satwa liar dan menurunnya kualitas air. Sementara itu di daerah bagian hilir pasca tambang, rawan terjadinya bencana erosi akibat sedimentasi tanah.

Dampak penambangan terhadap sumberdaya tanah, seperti: (1) Kerusakan bentuk permukaan bumi; (2) Menumpuknya ampas buangan; (3) polusi udara; (4) Erosi dan sedimentasi; (5) Terjadi penurunan permukaan bumi; (6) kerusakan karena transportasi alam dan yang diakibatkan pengangkutan alat-alat berat (Sudrajat, 1999), permukaan tanah runtuh sehingga menjadi gersang dan sukar dihijaukan kembali (Katili, 1998), menimbulkan erosi dan sedimentasi, terjadinya pemadatan tanah, terganggunya flora dan fauna yang disekitar wilayah tambang (Kusnoto dan Kusumodirdjo, 1995), terjadi perubahan iklim (Hardiyanti, 2000).

Penambangan yang tidak memperhatikan aspek lingkungan dapat menyebabkan berupa pembersihan lahan dan pengusapan lapisan atas tanah yang akan menyebabkan terancamnya daerah sekitarnya dari bahaya erosi dan tanah longsor sebagai akibat dari hilangnya vegetasi penutup tanah. Selain itu, penambangan menyebabkan rusaknya struktur tanah, tekstur, porositas dan bulk density sebagai karakter fisik tanah yang penting bagi perturnbuhan tanaman. Kondisi tanah yang kompak karena pemadatan menyebabkan buruknya sistem tata air (water infiltration and percolation) dan peredaran udara (aerasi) yang secara langsung dapat membawa dampak negatif terhadap fungsi dan perkembangan akar. Rusaknya struktur dan tekstur juga menyebabkan tanah tidak mampu untuk menyimpan dan meresap air pada musim hujan, sehingga aliran air permukaan (surface run off) menjadi tinggi. Sebaliknya tanah menjadi padat dan keras pada musim kering sehingga sangat berat untuk diolah yang secara tidak langsung berdarnpak pada kebutuhan tenaga kerja.

Kerusakan lingkungan akibat penambangan batubara paling parah diakibatkan oleh teknik penambangan open pit mining yaitu dengan menghilangkan vegetasi penutup tanah, mengupas lapisan atas tanah yang relatif subur. Teknik open pit mining ini biasanya digunakan ketika cadangan batubara relatif dekat dengan permukaan tanah dan biasa diterapkan oleh perusahaan yang relatif bermodal kecil sehingga hanya mampu menggunakan teknologi rendah yang bersifat tidak ramah lingkungan. Teknik ini sangat memungkinkan merusak alam antara lain perubahan sifat tanah, munculnya lapisan bahan induk berproduktivistas rendah, lahan menjadi masam dan garam yang meracuni tanaman, dan terjadinya erosi dan sedimentasi.

Dampak perubahan iklim pun dapat dirasakan pada daerah penambangan, akibat konversi hutan menjadi pertambangan menjadikan suhu dibeberapa kota daerah tambang naik beberapa digi, misalnya suhu di Kota Samarinda naik hampir 1,5 digit. Sedangkan dampak turunannya yaitu banjir, dan timbul banyak penyakit-penyakit, seperti : Muntahber, ISPA, Kulit dan lain-lain.

Hasil penelitian Purwadi (2002), penambangan di lembah Cartenz dan lembah Wanagon Papua, menyebabkan buangan limbah tambang yang menyusur sepanjang sungai bermuara ke pantai dan telah merubah ekosistem akuatik. Hasil penelitian yang dilakukan Rompas (2002), aktifitas penambangan di Minahasa menyebabkan 2000 ton limbah setiap hari dibuang ke Teluk Buyat, dan rata-rata 100.000 ton limbah aktifitas tambang yang dibuang ke Teluk Senunu Sumbawa Nusa Tenggara Barat, yang menyebabkan kerusakan ekosistem, terumbu karang dan perikanan di sekitar perairan. Limbah penambangan yang terbawa air ke hilir, menurunkan kualitas perairan yang dapat merubah ekosistem perairan dan komunitas biota air (Vesilind et. al, 1990). Aliran permukaan yang mengandung logam berat akan mencemari perairan permukaan maupun air tanah, selanjutnya merusak keadaan lingkungan dengan aktifitas sistemik dan keadaan cuaca yang buruk (Koyanagi, 1994).

Proyek batu hijau yang dilancarkan oleh PT. Newmont Nusa Tenggara di kabupaten Sumbawa dengan total deposit -4,8 juta ton tembaga dan 390 ton emas, dengan sistem kontrak karya yang masih sangat merugikan kabupaten lokal. Masyarakat disekitar tambang merasakan adanya kerusakan lingkungan, longsor, banjir, kekeringan, tercemarnya air dan udara, komitmen tenaga kerja -60 persen lokal dan 40 persen non lokal yang tidak dipatuhi perusahaan, konflik pertanahan dan munculnya masalah-masalah sosial. Proyek batu hijau adalah jenis tambang terbuka (open pit), yang pada akhir usia tambang akan meninggalkan lubang menganga selebar 2 km dengan kedalaman 1 km. Bila diproyeksikan dalam dua puluh tahun yang akan datang (sesuai usia tambang) proyek batu hijau tidak akan membawa kemajuan yang berarti bagi pembangunan Sumbawa dan NTB, malah dikhawatirkan akan menjadi daerah miskin ditengah kelimpahan. Bahkan tidak mungkin daerah tambang – Jereweh, Taliwang dan Seteluk – akan menjadi Ghost City (kota hantu) yang ditinggalkan penghuninya.

Berdasarkan data-data kerusakan lingkungan diatas, bangsa Indonesia patut berpikir jangka panjang mengenai masa depan Indonesia. Ada suatu teori mengenai ducth deases atau penyakit Belanda yakni suatu situasi dimana negara-negara penghasil sumber daya alam pernah menikmati rejeki melimpah ketika terjadi kenaikan sumberdaya alam secara berlipat ganda. Akan tetapi ketika harga sumberdaya alam tersebut turun secara drastic, Negara-negara yang kaya tersebut sulit menyesuaikan diri dengan situasi ekonomi yang baru. Sehingga kalangan ahli ekonomi mineral menyebutkan fenomena tersebut justru telah memiskinkan suatu Negara dimana kekayaan alamnya  justru melimpah atau teori resource curse. Dalam khasanah bahasa Indonesia, konsep tersebut seperti pepatah yang berbunyi  “ayam mati di lumbung padi” atau “merana ditengah kelimpahan”.

Pada tahun 1998, pemerintah propinsi Hokaido Jepang, membuat kebijakan out of the box, yaitu menutup pertambangan batubara di Propinsi itu karena dinilai tidak ekonomis dan tidak jelas sumbangannya untuk membangkitkan sektor lain. Selanjutnya pemerintah Hokaido bekerja keras membangun sektor lain diluar pertambangan yang terbukti berhasil. Negara-negara tempat asal perusahaan-perusahaan multinasional seperti Amerika, Canada dan Eropa Barat, memandang kekayaan mineral sebagai sumberdaya terakhir (the last resource), bahkan saat ini sedang digalakkan penghentian sementara (moratorium) dibidang pertambangan. Namun justru sebaliknya yang terjadi di Indonesia, pemerintah atas nama pemberantasan kemiskinan, menjual murah tanah-tanah kepada pemodal asing untuk melakukan investasi dibidang pertambangan.


Sumber


Selasa, 13 Januari 2015

penambangan liar di daerah mulai meresahkan


KE - Masalah illegal mining alias penambangan liar merupakan salah satu popkok bahasan dalam pertemuan antara Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said dan para pengusaha tambang.

Sudirman mengatakan, pembahasan ini penting lantaran ada kebijakan-kebijakan di tingkat daerah yang dituding turut melanggengkan kegiatan penambangan ilegal.

"Saya mendengar bagaiman Bukit Asam harus mengalah kepada kebijakan-kebijakan daerah yang dicurigai justru membuat kegiatan penambangan bukan oleh industri berjalan langgeng," ujar Sudirman di Museum Geologi, Bandung, Sabtu (10/1/2015).

Akibat aturan daerah tersebut, kegiatan penambangan yang sering dibahasakan sebagai penambang rakyat semakin menjamur. Celakanya, kegiatan penambangan rakyat ini tidak terpantau aktifitasnya.

Baik volume barang yang ditambang, intensitas penambangan, kadar penggunaan bahan kimia dalam kegiatan penambangan, hingga kegiatan penjualannya tidak melalui bursa komoditas yang diawasi negara.

Hal ini tentu, kata dia, perlu mendapat perhatian tegas dan campur tangan pemerintah pusat lantaran praktik tersebut tampak sudah tersistem dan terstruktur sehingga mengancam iklim investasi di tanah air.

Penambangan ilegal, kata Sudirman, menimbulkan beberapa kerugian bukan hanya material tetapi juga kerusakan lingkungan. Ia mencatat, ada 3 kerugian besar yang ditimbulkan kegiatan tambang ilegal ini. Pertama, adalah kerusakan lingkungan. "Penambang ilegal itu menggunakan teknologi paling sederhana yang dan menggunakan bahan kimia seperti merkuri yang tidak diatur batas penggunaannya sehingga dalam jangka panjang dapat menyebabkan pencemaran," ujar dia.

Kerugian kedua adalah rusaknya harga pasar atas komoditas-komoditas yang ditambang secara ilegal. Dan yang ketiga adalah hilangnya potensi pendapatan negara.

"Seperti batu bara, timah dan sebagainya. Mereka, penambang liar tidak mengeluarkan investasi untuk eksplorasi, izin amdal, izin kelayakan usaha dan sebagainya. Hasilnya harga yang mereka jual lebih murah. Yang lebih gawat, hasil tambang mereka tidak dijual lewat bursa komoditas yang resmi sehingga itu bisa berpotensi merusak harga pasar‎ dan hilangnya pendapatan negara," papar dia.

Sebelumnya, dalam forum diskusi yang digelar di Museum Geologi, Bandung, Menteri ESDM menerima laporan dari para Bos BUMN pelaku industri sektor pertambangan tentang adanya illegal mining. (Ags)


            Tidak dapat di pungkiri bahwa pemerintah mempunyai peran yang penting dalam mencari solusi terhadap dampak dan pengaruh pertambangan    batu bara yang ada di indonesia. Pemerintah harus menyadari bahwa tugas mereka adalah memastikan masa depan yang dimotori oleh energi bersih dan terbarukan. Dengan cara ini, kerusakan pada manusia dan kehidupan sosialnya serta kerusakan ekologi dan dampak buruk perubahan iklim dapat dihindari.                    
Sayangnya, Pemerintah Indonesia ingin percaya bahwa batubara jawaban dari permintaan energi yang menjulang, serta tidak bersedia mengakui potensi luar biasa dari energi terbarukan yang sumbernya melimpah di negeri ini.
       Upaya pencegahan dan penanggulangan terhadap dampak yang    ditimbulkan oleh penambang batu bara dapat ditempuh dengan beberapa pendekatan, untuk dilakukan tindakan-tindakan tertentu sebagai berikut :
1.         Pendekatan teknologi, dengan orientasi teknologi preventif (control/protective) yaitu pengembangan sarana jalan/jalur khusus untuk pengangkutan batu bara sehingga akan mengurangi keruwetan masalah transportasi. Pejalan kaki (pedestrian) akan terhindar dari ruang udara yang kotor. Menggunakan masker debu (dust masker) agar meminimalkan risiko terpapar/terekspose oleh debu batu bara (coal dust).

2.         Pendekatan lingkungan yang ditujukan bagi penataan lingkungan sehingga akan terhindar dari kerugian yang ditimbulkan akibat kerusakan lingkungan. Upaya reklamasi dan penghijauan kembali bekas penambangan batu bara dapat mencegah perkembangbiakan nyamuk malaria. Dikhawatirkan bekas lubang/kawah batu bara dapat menjadi tempat perindukan nyamuk (breeding place).


3.         Pendekatan administratif yang mengikat semua pihak dalam kegiatan pengusahaan penambangan batu bara tersebut untuk mematuhi ketentuan-ketentuan yang berlaku (law enforcement)

4.         Pendekatan edukatif, kepada masyarakat yang dilakukan serta dikembangkan untuk membina dan memberikan penyuluhan/penerangan terus menerus memotivasi perubahan perilaku dan membangkitkan kesadaran untuk ikut memelihara kelestarian lingkungan.



                                                               KESIMPULAN

Setiap kegiatan pastilah menghasilkan suatu akibat, begitu juga dengan kegiatan eksploitasi bahan tambang, pastilah membawa dampak yang jelas terhadap lingkungan dan juga kehidupan di sekitarnya, dampak tersebut dapat bersifat negatif ataupun positif, namun pada setiap kegiatan eksploitasi pastilah terdapat dampak negatifnya, hal tersebut dapat diminimalisir apabila pihak yang bersangkutan bertanggung jawab terhadap pengolahan sumber daya alamnya dan juga memanfaatkannya secara bijaksana.
Sebagai contoh adalah kegiatan pertambangan batubara di pulau Kalimantan yang bisa dibilang telah mencapai tahap yang kronis, dengan menyisakan lubang-lubang besar bekas kegiatan pertambangan dan juga dampak-dampak yang lainnya. Hal tersebut setidaknya dapat diminimalisir dan dikurangi dampaknya apabila kita melakukan tindakan perbaikan dan juga memanfaatkan SDA secara bijaksana

Sumber